November 09, 2017

Pengharapan

Aku tahu aku sangat egois, mungkin karena itu hubungan ini selalu dipenuhi oleh pertengkaran.

Ya aku tak mau mengalah, dan kau pun sama. Aku ingin dimengerti, dan kau pun sama. Aku tak mau disalahkan, dan begitu juga engkau.

Kau bilang aku seperti laki-laki. Mungkin ada benarnya. Mungkin aku tak bisa menyalahkan hidupku. Tapi apalah yang bisa aku lakukan, aku telah terlatih hidup dengan keras.

Engkau tidak pernah tahu betapa sejak kecil aku selalu menangis. Hingga karena keadaan, aku tak pernah menangis lagi. Bukan karena aku tak ingin menangis. Itu hanya karena aku tak ingin terlihat sedih, aku ingin terlihat kuat, aku ingin terlihat seperti tak punya beban.

Sampai saat usahaku sia-sia, rasanya aku sudah sangat lelah. Aku tak bisa lagi membendung tangisanku, hatiku telah lelah tersakiti. Aku tak bisa lagi bertahan dengan kepura-puraan, aku bukanlah wanita yang tegar, juga bukan wanita kuat seperti yang pernah kau bayangkan.

Ini mungkin biasa buat engkau, tapi ini luar biasa buatku. Betapa dahulu aku sangat berbahagia dengan keluargaku, lalu tiba-tiba aku tak bisa mengulangnya lagi. Bagaimana aku dengan terpaksa harus menjadi gadis yang ceria. Bagaimana dengan terpaksa aku harus menyesuaikan diri hidup tanpa seseorang yang menuntunku. Bagaimana bisa engkau berpikir bahwa ini mudah? Aku hampir tak bisa menangis lagi karena kehilangan sosoknya. Dalam hatiku bagaimana tidak aku tidak menangis, sedangkan aku selalu melihat ibuku bekerja keras sampai tengah malam hanya karena untuk memenuhi kebutuhanku juga adikku.

Maafkan aku karena sekarang engkau terkena getah dari masa kelamku. Aku telah sangat lelah, tak bisa lagi aku menahan sakit saat hatiku terlukai.

Pengharapanku. Sebenarnya inilah masalah yang selalu membuat pertengkaran. Aku selalu ingin diterima apa adanya, padahal cinta kita tidak ada yang tulus, cinta kita selalu mengharap imbalan. Seperti aku yang selalu mengharap perhatian dari ayahku, seperti itu juga aku mengharapkan itu dari engkau. Ya ini salahku, karena menyamakan cintamu dengan cinta ayahku. Karena cinta ayah tak mengharap imbalan, sedang cintaku pada engkau atau cinta engkau padaku itu tidak tulus. Masing-masing dari kita selalu saling mengharapkan.

Maaf karena pengharapanku yang mustahil engkau lakukan. Maaf karena pengharapanku yang selalu aku harapkan.

Dua hari lagi umurku akan bertambah, itu berarti sisa hidupku juga berkurang. Mungkin hidupku tak akan lama lagi, tapi aku selalu mengharap bisa hidup panjang bersama engkau. Meski harus selalu bertengkar, meski selalu saling menyakiti seperti ini. Aku mengharap bisa hidup sampai usiaku juga usia engkau membuat rambut ini memutih.

Jika saja itu mungkin, jika saja tubuhku yang mengecil ini bukan masalah.
 

Non Tiwi Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review